Kisah Pohon Mangga

1 tahun sudah memantapkan hidup ini untuk mencari keberkahan rezeki yang halal, meninggalkan segala 'keagungan dan kehormatan semu'. Tidak mudah untuk memulainya dengan hati yang ikhlas untuk meninggalkan itu semua, namun perasaan hati ingin lebih dekat kepada Allah seakan memupus semuanya.... bertaubat dan ingin mendapat kasih sayang Allah SWT.

Perasaan ini sebenarnya sudah ada sejak saya akan menanam pohon Mangga di depan halaman rumah di tahun 2005. Saat itu saya sudah membuat lubang besar untuk menanam pohon mangga tersebut, namun kaki ini seakan ingin masuk kedalam lubang tersebut dan badan terasa menggigil kedinginan mengingat 'kematian' yang siap menunggu antrian. Pandangan lalu tertuju ke rumah yang selama ini seakan dibanggakan dan terbayang akan anak & istri yang menangis diatas pusara, sedangkan jasad ini terkubur kaku dibawahnya dan tidak bisa melakukan apa².

Saya kemudian bertekad untuk total merubah seluruhnya baik sifat, tindakan maupun perkataan yang tidak baik pada hari ultah yang ke-35 tahun. Memohon maaf dan sujud kepada Orang Tua inc. Mertua termasuk kepada Istri, Adik² serta Ipar².... mereka pun kaget dan berfikir apa yang terjadi ?

"Tidak ada yang lebih aku sesali daripada penyesalanku terhadap hari dimana ketika Matahari tenggelam, sementara umurku berkurang tapi amalku tidak bertambah" [Ibnu Mas'ud].

Dengan tekad yang bulat untuk total bertaubat dan menjadi "New Irdon Syahli Harahap" sebagaimana yang disebutkan dalam QS. Al-Baqarah : 222, "Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri."

Firman Allah SWT [QS. Ali Imran : 133], "Bersegeralah kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya baik di waktu lapang maupun sempit dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan juga orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampunan terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah ? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui."

Semenjak itu saya mulai merasakan rasa tidak nyaman dalam bekerja yang selalu melihat prestasi sukses diukur dengan yang sering menyimpang dari kaidah Islam. Hati ini bergejolak sangat besar untuk segera  hijrah. Akhirnya hati benar² sangat "plong" dan merasakan suatu kenikmatan yang tiada tara terlepas dari belenggu "penjara emas" (bulan Agustus 2008).

Memang tidak mudah untuk memulai sesuatu yang baru yang selama ini selalu ter-fasilitasi. Memulai dengan mendirikan perusahaan yang hanya bermodalkan tekad dan semangat sesuai dengan syariat Islam ditambahan dengan keyakinan hati kepada Allah SWT. Sabar, ikhlas dan selalu beristighfar memohon ampunan Allah adalah menu wajib untuk setiap hamba.

"Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya." [QS. Al-Mulk : 2].

"Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan." [QS. Al-Anbiya`: 35].

Dari Anas Ra, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya besarnya balasan/ganjaran sama dengan besarnya cobaan, dan sesungguhnya Allah SWT apabila mencintai suatu kaum maka Allah menurunkan cobaan kepada mereka, maka barangsiapa yang rela maka baginya Ridha Allah dan barang siapa yang marah, maka baginya murka Allah. [HR Tirmidzi dan Ibnu Majah].

Beberapa Hadits yang menerangkan mengenai Ujian :
  1. Barangsiapa dikehendaki Allah kebaikan baginya maka dia diuji (dicoba dengan suatu musibah). [HR. Bukhari].
  2. Sa’ad bin Abi Waqqash berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah Saw, “Ya Rasulullah, siapakah orang yang paling berat ujian dan cobaannya?” Nabi Saw menjawab, “Para nabi kemudian yang meniru (menyerupai) mereka dan yang meniru (menyerupai) mereka. Seseorang diuji menurut kadar agamanya. Kalau agamnya tipis (lemah) dia diuji sesuai dengan itu (ringan) dan bila imannya kokoh dia diuji sesuai itu (keras). Seorang diuji terus-menerus sehingga dia berjalan di muka bumi bersih dari dosa-dosa. [HR. Bukhari].
  3. Besarnya pahala sesuai dengan besarnya ujian dan cobaan. Sesungguhnya Allah ‘Azza wajalla bila menyenangi suatu kaum Allah menguji mereka. Barangsiapa bersabar maka baginya manfaat kesabarannya dan barangsiapa murka maka baginya murka Allah. [HR. Tirmidzi].
  4. Tiada seorang muslim tertusuk duri atau yang lebih dari itu, kecuali Allah mencatat baginya kebaikan dan menghapus darinya dosa. [HR. Bukhari].
  5. Seorang hamba memiliki suatu derajat di surga. Ketika dia tidak dapat mencapainya dengan amal-amal kebaikannya maka Allah menguji dan mencobanya agar dia mencapai derajat itu. [HR. Ath-Thabrani].
  6. Apabila Allah menyenangi hamba maka dia diuji agar Allah mendengar permohonannya (kerendahan dirinya). [HR. Al-Baihaqi].
  7. Tidak semestinya seorang muslim menghina dirinya. Para sahabat bertanya, “Bagaimana menghina dirinya itu, ya Rasulullah?” Nabi Saw menjawab, “Melibatkan diri dalam ujian dan cobaan yang dia tak tahan menderitanya.” [HR. Ahmad dan Tirmidzi].
  8. Apabila Aku menguji hambaKu dengan membutakan kedua matanya dan dia bersabar maka Aku ganti kedua matanya dengan surga. [HR. Ahmad].
  9. Tiada seorang mukmin ditimpa rasa sakit, kelelahan (kepayahan), diserang penyakit atau kesedihan (kesusahan) sampai pun duri yang menusuk (tubuhnya) kecuali dengan itu Allah menghapus dosa-dosanya. [HR. Bukhari].
  10. Seorang mukmin meskipun dia masuk ke dalam lobang biawak, Allah akan menentukan baginya orang yang mengganggunya. [HR. Al Bazzaar].
  11. Bukanlah dari (golongan) kami orang yang menampar-nampar pipinya dan merobek-robek bajunya apalagi berdoa dengan doa-doa jahiliyah. [HR. Bukhari].
  12. Allah menguji hambaNya dengan menimpakan musibah sebagaimana seorang menguji kemurnian emas dengan api (pembakaran). Ada yang ke luar emas murni. Itulah yang dilindungi Allah dari keragu-raguan. Ada juga yang kurang dari itu (mutunya) dan itulah yang selalu ragu. Ada yang ke luar seperti emas hitam dan itu yang memang ditimpa fitnah (musibah). [HR. Ath-Thabrani].
  13. Salah seorang dari mereka lebih senang mengalami ujian dan cobaan daripada seorang dari kamu (senang) menerima pemberian. [HR. Abu Ya’la].
  14. Sesungguhnya Allah Azza Wajalla menguji hambanya dalam rezeki yang diberikan Allah kepadanya. Kalau dia ridho dengan bagian yang diterimanya maka Allah akan memberkahinya dan meluaskan pemberianNya. Kalau dia tidak ridho dengan pemberianNya maka Allah tidak akan memberinya berkah. [HR. Ahmad].
  15. Barangsiapa ditimpa musibah dalam hartanya atau pada dirinya lalu dirahasiakannya dan tidak dikeluhkannya kepada siapapun maka menjadi hak atas Allah untuk mengampuninya. [HR. Ath-Thabrani].
  16. Bencana yang paling payah ialah bila kamu membutuhkan apa yang ada di tangan orang lain dan kamu ditolak (pemberiannya). [HR. Ad-Dailami].
  17. Barangsiapa diuji lalu bersabar, diberi lalu bersyukur, dizalimi lalu memaafkan dan menzalimi lalu beristighfar maka bagi mereka keselamatan dan mereka tergolong orang-orang yang memperoleh hidayah. [HR. Al-Baihaqi].
Beberapa Hadits yang menerangkan mengenai Sabar :

  1. Sabar adalah separauh iman dan keyakinan adalah seluruh keimanan. [HR. Ath-Thabrani dan Al-Baihaqi].
  2. suatu rezeki yang Allah berikan kepada seorang hamba yang lebih luas baginya daripada sabar. [HR. Al Hakim].
  3. Sabar yang sebenarnya ialah sabar pada saat bermula (pertama kali) tertimpa musibah. [HR. Bukhari].
  4. Ada tiga hal yang termasuk pusaka kebajikan, yaitu merahasiakan keluhan, merahasiakan musibah dan merahasiakan sodaqoh (yang kita keluarkan). [HR. Ath-Thabrani].
  5. Orang yang bahagia ialah yang dijauhkan dari fitnah-fitnah dan orang yang bila terkena ujian dan cobaan dia bersabar. [HR. Ahmad dan Abu Dawud].
"Sesungguhnya hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku". Maka jadikanlah Allah sebagai tempatmu mengadu tatkala ada musibah yang menimpamu. Sesungguhnya Dia adalah penanggung jawab yang paling mulia dan yang paling dekat untuk dimintai do'a". [Al-Aqdud-Farid, 2/282].

Keadaan dan nasib seseorang suatu saat pasti ada perubahan. Seorang yang berbahagia, ialah orang yang senantiasa mampu menjaga ketakwaannya kepada Allah, meskipun ia didera berbagai musibah.

Tidak ada kesempitan, kecuali pasti ada keluasannya. Tidak ada rasa sakit, kecuali pasti ada kesembuhannya. Tidak ada kefaqiran, kecuali ada kekayaan..... insya Allah.

Comments