Tawadhu' Terhadap Orang Miskin

Berita di media : TV dan Surat Kabar maupun (sering) kita melihat di sekeliling kita, begitu banyak manusia yang (sangat) miskin. Tempat tinggal (tidur) dalam sebuah gerobak sampah, di bawah kolong jembatan, di emperan toko, dll.

Disisi lain kita melihat begitu mewahnya gedung, rumah, kendaraan maupun mewahnya acara tahun baru dan acara pernikahan. Belum lagi kita melihat begitu leluasanya Koruptor yang berjalan angkuh dihadapan kita dengan memamerkan kekuasaan, harta dan keangkuhan.

"Sungguh Allah tak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri." [QS. Asy-Syu'ara : 18].

Sungguh ironis….. kemiskinan berbaur dengan gemerlapnya pejabat yang gemar korupsi. Korupsi yang merampas hak orang miskin !

Persoalan kemiskinan dan fenomena pengemis adalah efek langsung dari kegagalan negara dalam merealisasikan amanat UUD 1945 Pasal 34 : Fakir Miskin dan Anak-anak Terlantar Dipelihara oleh negara. Pasal tersebut sudah berumur 64 tahun dan selama itu pula negara sudah “memelihara” fakir miskin dan anak-anak terlantar, meski setiap pergantian kepemimpinan nasional hampir pasti mengagendakan pemberantasan kemiskinan.

Miskin, menurut Imam Syafi’i dan jumhur ulama, adalah “memiliki sesuatu (penghasilan/pendapatan) tapi tidak mencukupi (kebutuhan pokok)”. Secara sunatullah kemiskinan telah muncul dalam kehidupan manusia. Allah SWT memang meninggikan rizki sebagian manusia atas sebagian yang lain. Sebagaimana firman Allah SWT : “Allah melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendakiNya di antara hamba-hambaNya dan Dia (pula) yang menyempitkan baginya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” [QS. Al-Ankabuut : 62]

Ketika Rasulullah SAW berkumpul bersama orang-orang miskin, datanglah beberapa pemuka Quraisy hendak berbicara dengan Rasulullah SAW, tetapi mereka enggan duduk bersama dengan orang-orang miskin itu, lalu mereka menyuruh beliau agar mengusir orang-orang fakir dan miskin yang berada bersama beliau. Maka masuklah dalam hati beliau keinginan untuk mengusir mereka dan ini terjadi dengan kehendak Allah Ta’ala. [HR. Muslim]. Lalu turunlah ayat : "Janganlah engkau mengusir orang yang menyeru Rabb-nya di pagi dan petang hari, mereka mengharapkan wajah-Nya". [QS. Al-An’am : 52]

Dari Abu Hurairah ra. Rasulullah bersabda : "Orang yang membiayai kehidupan para janda dan orang-orang miskin bagaikan orang yang berjihad fii sabiilillaah.” –Saya (perawi) kira beliau bersabda-, “Dan bagaikan orang yang shalat tanpa merasa bosan serta bagaikan orang yang berpuasa terus-menerus”. [HR. Bukhari dan Muslim]

Orang-orang miskin adalah mereka yang hidupnya tidak berkecukupan, tidak punya kepandaian untuk mencukupi kebutuhannya dan mereka tidak mau meminta-minta kepada manusia. Dari Abu Hurairah ra. Rasulullah SAW bersabda : "Orang miskin itu bukanlah mereka yang berkeliling meminta-minta kepada orang lain agar diberikan sesuap dan dua suap makanan dan satu-dua butir kurma.” Para sahabat bertanya : “Ya Rasulullah, (kalau begitu) siapa yang dimaksud orang miskin itu ?” Beliau menjawab, "Mereka ialah orang yang hidupnya tidak berkecukupan dan dia tidak mempunyai kepandaian untuk itu, lalu dia diberi shadaqah (zakat) dan mereka tidak mau meminta-minta sesuatu pun kepada orang lain.” [HR. Muslim, Abu Dawud dan an-Nasâ`i]  

Dari Abu Dzar ra, berkata : “Kekasihku (Rasulullah) SAW berwasiat kepadaku dengan tujuh hal [HR. Ahmad dan Ath-Thabrani] :
  1. Supaya aku mencintai orang-orang miskin dan dekat dengan mereka,
  2. Beliau memerintahkan aku agar aku melihat kepada orang yang berada di bawahku dan tidak melihat kepada orang yang berada di atasku,
  3. Beliau memerintahkan agar aku menyambung silaturahmiku meskipun mereka berlaku kasar kepadaku,
  4. Aku dianjurkan agar memperbanyak ucapan “la haula wala quwwata illa billah” (tidak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah),
  5. Aku diperintah untuk mengatakan kebenaran meskipun pahit,
  6. Beliau berwasiat agar aku tidak takut celaan orang yang mencela dalam berdakwah kepada Allah,
  7. dan Beliau melarang aku agar tidak meminta-minta sesuatu pun kepada manusia”.
Wasiat yang Rasulullah SAW ini, pada hakikatnya adalah wasiat untuk umat Islam secara umum. Dalam hadits ini, Rasulullah SAW berwasiat kepada Abu Dzar agar mencintai orang-orang miskin dan dekat dengan mereka.

Rasulullah SAW selalu berkumpul bersama orang-orang miskin, sampai-sampai beliau berdo’a kepada Allah agar dihidupkan dengan tawadhu’, akan tetapi beliau mengucapkannya dengan kata "miskin". 

"Ya Allah, hidupkanlah aku dalam keadaan miskin, matikanlah aku dalam keadaan miskin, dan kumpulkanlah aku bersama rombongan orang-orang miskin". [HR. Ibnu Majah]

Ini adalah doa dari Rasulullah SAW agar Allah SWT memberikan sifat tawadhu` dan rendah hati, serta agar tidak termasuk orang-orang yang sombong lagi zhalim maupun orang-orang kaya yang melampaui batas. Makna hadits ini bukanlah meminta agar beliau menjadi orang miskin, sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Atsir rahimahullah, bahwa kata "miskin" dalam hadits di atas adalah tawadhu. Sebab, di dalam hadits yang lain Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berlindung dari kefakiran. [HR. An-Nasa`i dan Al-Hakim]

Beliau berdoa seperti ini, karena beliau mengetahui bahwa orang-orang miskin akan memasuki surga lebih dahulu daripada orang-orang kaya. Tenggang waktu antara masuknya orang-orang miskin ke dalam surga sebelum orang kaya dari kalangan kaum Muslimin adalah setengah hari, yaitu lima ratus tahun. 

Dari Abu Hurairah ra. Rasulullah SAW bersabda : "Orang-orang faqir kaum Muslimin akan memasuki surga sebelum orang-orang kaya (dari kalangan kaum Muslimin) selama setengah hari, yaitu lima ratus tahun". [HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah]

Orang–orang miskin yang masuk surga ini adalah mereka yang taat kepada Allah, mentauhidkan-Nya dan menjauhi perbuatan syirik, menjalankan Sunnah dan menjauhi perbuatan bid’ah, menjalankan perintah-perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. 

Sebab terlambatnya orang-orang kaya memasuki surga selama lima ratus tahun, adalah karena semua harta mereka akan dihitung dan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. 

Dalam hadits yang lain Rasulullah SAW berdo’a agar mencintai orang-orang miskin. Rasulullah SAW bersabda : "Ya Allah, aku memohon kepada-Mu agar aku dapat melakukan perbuatan-perbuatan baik, meninggalkan perbuatan munkar, mencintai orang miskin, dan agar Engkau mengampuni dan menyayangiku. Jika Engkau hendak menimpakan suatu fitnah (malapetaka) pada suatu kaum, maka wafatkanlah aku dalam keadaan tidak terkena fitnah itu. Dan aku memohon kepada-Mu rasa cinta kepada-Mu, rasa cinta kepada orang-orang yang mencintaimu, dan rasa cinta kepada segala perbuatan yang mendekatkanku untuk mencintai-Mu". [HR. Ahmad, At-Tirmidzi dan Al-Hakim]

Kita tidak perlu banyak berharap banyak kepada Pemerintah yang sangat sibuk dengan agenda kerjanya. Dan kita mulai saja dari diri kita untuk membantu dan menolong mereka. Apa yang ada pada kita, kita berikan kepada mereka karena kita akan diberikan kemudahan oleh Allah SWT dalam setiap urusan, dihilangkan kesusahan pada hari Kiamat dan memperoleh ganjaran yang besar. 

Dari Abu Hurairah ra.  Rasulullah SAW bersabda : "Barangsiapa menghilangkan satu kesusahan dunia dari seorang mukmin, Allah akan menghilangkan darinya satu kesusahan di hari Kiamat. Dan barangsiapa yang memudahkan kesulitan orang yang dililit hutang, Allah akan memudahkan atasnya di dunia dan akhirat… " [HR. Muslim, Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban]

Dengan menolong orang-orang miskin dan lemah, kita akan memperoleh rezeki dan pertolongan dari Allah SWT. Dari Mush’ab bin Sa’d ra. Rasulullah SAW bersabda :  "Kalian hanyalah mendapat pertolongan dan rezeki dengan sebab adanya orang-orang lemah dari kalangan kalian". [HR. Bukhari] 

Dari Mush’ab bin Sa’d  Rasulullah SAW juga bersabda : "Sesungguhnya Allah menolong ummat ini dengan sebab orang-orang lemah mereka di antara mereka, yaitu dengan doa, shalat dan keikhlasan mereka".[HR. An-Nasâ`i] 

Islam menganjurkan umatnya berlaku tawadhu` terhadap orang-orang miskin, duduk bersama mereka, menolong mereka, serta bersabar bersama mereka. 

Tawadhu adalah sikap tunduk kepada Allah dan rendah hati serta sayang terhadap hamba-Nya. Insan yang tawadhu adalah hamba-hamba Allah yang yang berjalan di bumi dengan rendah hati. [QS. Al-Furqan : 63], merupakan lawan kata dari takabbur (sombong). Ia berasal dari lafadz Adl-Dla’ah yang berarti kerelaan manusia terhadap kedudukan yang lebih rendah, atau rendah hati terhadap orang yang beriman, atau mau menerima kebenaran, apapun bentuknya dan dari siapa pun asalnya.

Tawadhu’ merupakan salah satu akhlak mulia yang menggambarkan keagungan jiwa, kebersihan hati dan ketinggian derajat pemiliknya. Rasulullah SAW bersabda : “Barangsiapa yang bersikap tawadhu’ karena mencari ridha Allah maka Allah akan meninggikan derajatnya. Ia menganggap dirinya tiada berharga, namun dalam pandangan orang lain ia sangat terhormat. Barang siapa yang menyombongkan diri maka Allah akan menghinakannya.Ia menganggap dirinya terhormat, padahal dalam pandangan orang lain ia sangat hina, bahkan lebih hina daripada Anjing dan Babi”. [HR. Al Baihaqi]

Seseorang belum dikatakan tawadhu’ kecuali jika telah melenyapkan kesombongan yang ada dalam dirinya. Semakin kecil sifat kesombongan dalam diri seseorang, semakin sempurnalah ketawadhu’annya dan begitu juga sebaliknya. Ahmad Al Anthaki berkata : “Tawadhu’ yang paling bermanfaat adalah yang dapat mengikis kesombongan dari dirimu dan yang dapat memadamkan api (menahan) amarahmu”. Yang dimaksud amarah di situ adalah amarah karena kepentingan pribadi yang merasa berhak mendapatkan lebih dari apa yang semestinya diperoleh, sehingga membuatnya tertipu dan membanggakan diri [Kitab Ihya ‘Ulumuddin, Al Ghazali].

Comments