Hidup Sederhana


Entah kita menyadari atau tidak... kadang-kadang kita sering membuang-buang uang demi kepentingan konsumtif dan bahkan gengsi. Coba kita perhatikan... begitu banyaknya Mall atau pusat perkantoran yang memanjakan para konsumennya untuk segera merogoh kocek demi memuaskan kebutuhan dan lebih parah lagi... sudah menjadi trend (dalam sebagian masyarakat) bahwa Resepsi Pernikahan harus megah dan kalau tidak menyinggung diatas angka Rp. 1 Milyard, terlihat kurang bonafid... bahkan media (dengan gaya marketingnya) sering mengumbar kalimat : Pernikahan Termegah Tahun atau Abad Ini... masya Allah ! Ada gejala apa dalam diri kita ?!

Sudah tertutupkah nurani kita terhadap sesama kita yang selalu berjuang dan  mereka bahkan sering berebut satu suap nasi dengan kucing di dalam tempat sampah ? Pernahkah kita menempatkan diri kita, apabila kita berada dalam posisi mereka ?

Dalam kesempatan lain, dengan bangganya kita menjadi bagian dari kegiatan-kegiatan sosial demi gengsi agar dapat dikenal dalam masyarakat, sehingga diliput oleh media maupun televisi... begitu kasihan dan hinanya diri kita yang hidup dengan kemunafikan.

Mari kita lihat bagaimana sederhananya kehidupan pribadi Rasulullah dan para Sahabat...


Rumah Rasulullah SAW
Hidup Rasulullah SAW dan para Sahabat adalah cerminan hidup yang menggambarkan kesederhanaan. Meninggalkan kemegahan dunia, tidak tamak dan bagi mereka yang paling penting dalam hidup ini adalah taqwa dan amal shaleh, bukan harta dan kenikmatan. Rasulullah SAW tidur di atas tikar. Jika bangun, tikar tersebut membekas di punggung beliau. Para Sahabat menawarkan, "Wahai Rasulullah, maukah kami buatkan alas untukmu ?"  Beliau menjawab, "Apa urusannya dengan dunia ? Di dunia ini aku seperti pengembara yang berteduh di bawah pohon, lalu istirahat sebentar dan meninggalkannya". 

Abu Hurairah ra meriwayatkan bahwa pada suatu hari, Rasulullah SAW keluar dari rumahnya. Beliau menjumpai sahabat Abu Bakar dan Umar ra. Rasulullah SAW bertanya kepada keduanya : ‘Apakah yang menyebabkan kalian berdua keluar dari rumahmu pada saat seperti ini ?’ Mereka pun menjawab : ‘Ya Rasulullah, rasa laparlah yang menjadikan kami keluar rumah.’ Mendengar jawaban keduanya, Rasulullah SAW bersabda : ‘Dan sungguh.. demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya... karena rasa lapar pula aku keluar rumah, maka mari ikutilah aku.’  Keduanyapun mengikuti langkah Rasulullah SAW menuju ke rumah salah seorang sahabat dari kaum Anshar (penduduk asli Madinah). Akan tetapi sahabat yang dituju sedang tidak sedang berada di rumah. 

Istri pemilik rumah menyaksikan kehadiran Rasulullah SAW dan kedua sahabatnya dan berkata : ‘Selamat datang !’ Rasulullah SAW bertanya kepadanya : ‘Di manakah suamimu ?’ Wanita itu menjawab : ‘Ia sedang mengambil air untuk kami. ’ Tidak begitu lama, sahabat pemilik datang dan tatkala ia menyaksikan Rasulullah SAW dan kedua sahabatnya, ia langsung berkata, ‘Subhanallah (Segala puji hanya milik Allah)... hari ini, tiada orang yang kedatangan tamu yang lebih mulia dibanding tamuku.’  Dan tanpa pikir panjang, ia segera menghidangkan setangkai kurma muda, kurma yang telah kering dan kurma yang baru masak, lalu ia mempersilakan Rasulullah SAW dan kedua sahabatnya untuk makan. Bukan hanya itu, ia bergegas mengambil sebilah pisau. Menyaksikan perbuatan sahabatnya ini, Rasulullah SAW bersabda :  ‘Jangan engkau sembelih kambing yang sedang menyusui’.  Tidak lama kemudian Rasulullah SAW dan seluruh sahabatnya menyantap buah kurma dan daging kambing sembilihannya tersebut, hingga kenyang. Seusai menyantap hidangan itu, Rasulullah SAW bersabda kepada sahabat Abu Bakar dan Umar, ‘Sungguh, demi Allah yang jiwaku berada di Tangan-Nya, kelak di hari Kiamat, kalian akan ditanyakan tentang kenikmatan ini. Rasa lapar telah memaksa kalian untuk keluar rumah dan tidaklah kalian kembali ke rumah, kecuali setelah merasakan kenikmatan ini’”.   [HR. Muslim] 

Dalam hadits lain Rasulullah SAW bersabda :  “Kelak kedua kaki setiap hamba tidak akan beranjak, hingga ditanyakan tentang empat hal :
  1. Tentang umurnya : dipergunakan untuk mengamalkan apa ?
  2. Ilmunya : apa yang diperbuat dengannya ? 
  3. Harta bendanya : darimana diperoleh dan ke mana dibelanjakan ?
  4. Badannya : dipergunakan untuk mengamalkan apa ?” [HR. аt-Tirmidzi, ath-Thabrani]
Tidak mengherankan bahwa Islam telah mengajarkan kepada umatnya metode pembelanjaan harta yang benar. Di antara syariat tersebut ialah dengan menempuh hidup sederhana, jauh dari sifat kikir dan juga jauh dari sifat berlebih-lebihan. 

Al-Qurthuby al-Maliky berkata : “Ada tiga pendapat tentang maksud dari larangan berbuat israf (berlebih-lebihan) dalam membelanjakan harta :
  1. Membelanjakan harta dalam hal yang diharamkan dan ini adalah pendapat Ibnu Abbas.
  2. Tidak membelanjakan dalam jumlah yang banyak dan ini adalah pendapat Ibrahim аn-Nakha’i.
  3. Mereka tidak larut dalam kenikmatan, bila mereka makan, maka mereka makan sekadarnya dan dengan agar kuat dalam menjalankan ibadah dan bila mereka berpakaian, maka sekadar untuk menutup auratnya, sebagaimana yang dilakukan oleh sahabat Rasulullah SAW dan ini adalah pendapat Yazid bin Abi Habib.”
Selanjutnya, Al-Qurthuby menerangkan ketiga penafsiran ini dan berkata : “Ketiga penafsiran ini benar, karena membelanjakan dalam hal kemaksiatan adalah diharamkan. Makan dan berpakaian hanya untuk bersenang-senang, dibolehkan, akan tetapi bila dilakukan agar kuat menjalankan ibadah dan menutup aurat, maka itu lebih baik. Oleh karena itu, Allah SWT memuji orang yang melakukan dengan tujuan yang utama, walaupun selainnya adalah dibolehkan, akan tetapi bila ia berlebih-lebihan dapat menjadikannya pailit. Pendek kata, menabungkan sebagian harta itu lebih utama”. [Ahkamul Qur’аn oleh al-Qurthuby, 3/452]

"Tidak bakal susah orang yang hidup sederhana" [HR. Ahmad]. Hadist ini hanyalah salah satu dari sekian banyaknya sabda Nabi yang menyerukan pentingnya hidup sederhana. Dan, prinsip kesederhaan ini tidak hanya terucap melalui kata-kata tetapi juga dalam keseharian Beliau.

Baju Rasulullah SAW
Perabotan dan perkakas rumah Beliau amatlah sedikit. Kadangkala beliau tidur di atas tikar atau kulit. Beliau memiliki sebuah bejana kulit untuk berwudhu, serta satu atau dua helai pakaian dan selendang. Yang satu dipakai sehari-hari, sementara yang satunya lagi untuk menemui tamu dan utusan. Rasulullah SAW menjauhi dunia walau ada yang memberinya jubah atau baju. Misalnya, menolak baju pemberian Usamah bin Zayd. Di akhir hayatnya Rasulullah SAW mengenakan pakaian yang terbuat dari kain yang kasar dan terdapat tambalannya. Hal itu ditunjukkan oleh 'Aisyah kepada para sahabat sambil menunjukkan pakaiannya. 

Rasulullah SAW jarang membakar daging atau memasak di rumahnya. Dari situlah para Sahabat belajar tentang kesederhanaan Rasulullah Saw. Sederhana dan tidak terlalu mengistimewakan dunia adalah pola hidup terbaik. Karena Allah SWT meridhainya untuk mereka. Jika kehidupan terbaik terwujud dalam kekayaan dan kenikmatan, tentu Allah SWT tidak akan meridhainya untuk Nabi.

Subhanallah... begitu sederhananya Rasulullah SAW meski Beliau adalah seorang pemimpin. Mampukah kita meneladani kesederhanaannya ?

Comments