Ketentraman Hati dan Keikhlasan (Bagian : 1)


Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman : “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan : ”Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un”. Mereka itulah yang mendapatkan keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Rabbnya dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk”. [Al-Qur’an surah Al-Baqarah : 155-157]    

Hidup ibarat mendaki dan menuruni sebuah gunung, kadangkala kita merasa bahagia, kadangkala kita mendapat musibah. Di kala kita berada di puncak gunung (kesuksesan), kita merasa mudah dan bahagia dalam menjalankannya. Diri kita disanjung-sanjung oleh banyak orang yang ingin mendekat dengan kita. Segala kebutuhan dan keinginan kita terasa sangat mudah terpenuhi.  

Di tengah perjalanan dalam mendaki atau menuruni gunung tersebut kita tergelincir (mendapatkan ujian), berupa : musibah, penyakit hingga kekurangan harta ? Tidak akan kita menemukan sanjungan dari orang-orang yang dahulu pernah mendekati kita dan kini satu persatu mereka semakin menjauh. Kekayaan yang sebelumnya sangat mudah didapat, kini sangatlah sulit. Kemewahan berganti kesengsaraan dan kelaparan. Dalam posisi ini, sebagian besar dari kita akan mengeluh dan memaki keadaan. Padahal disaat itulah sesungguhnya iman kita tengah diuji.  

Hal tersebut pernah dan mungkin hingga saat ini masih aku rasakan. Semenjak memutuskan berhenti dari Perbankan pada tahun 2008, satu persatu teman maupun Saudara mulai menjaga jarak dan semakin menjauh, karena (mungkin) mereka menganggap tidak ada kepentingan lagi kepadaku. Tapi entah mengapa, aku sama sekali tidak menghiraukan hal tersebut karena hatiku sangat begitu plong dan bahagia setelah mengambil keputusan tersebut, karena segala sesuatu yang terjadi di dunia ini, pada hakikatnya hanyalah ujian. Harta, karir yang bagus, rumah dan mobil mewah, anak dan keluarga, semuanya merupakan ujian dari Allah dan Allah menitipkannya kepada kita.

Memang aku akui, dari segi materi (dunia), bekerja di Perbankan lebih menjanjikan dan disegani oleh banyak orang, karena begitu banyak keterkaitan kepentingan didalamnya baik dalam operasional usaha hingga menjadi partner berbisnis. Kini dalam berwiraswasta (berdagang) walau masih belum atau belum mampu menjangkau “kejayaan” semasa bekerja dulu, namun ada satu kenikmatan yang dahulu tidak pernah aku dapatkan dan rasakan, yaitu ketentraman hati dan keikhlasan.  

Ketentraman hati (ketenangan jiwa) menjadi semakin indah karena memiliki lebih banyak waktu dalam beribadah, berdzikir kepada kepada Allah Ta’ala, membaca al-Qur’an, berdoa kepada-Nya dengan menyebut nama-nama-Nya yang Maha Indah dan mengamalkan ketaatan kepada-Nya.  

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman : “Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan berzikir (mengingat) Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram”. [Al-Qur’an surah Ar-Ra’du : 28]   

Apalagi pada saat itu aku sedang membaca tulisan dari salah seorang ulama Salaf yang isinya : “Sungguh kasihan orang-orang yang cinta dunia, mereka (pada akhirnya) akan meninggalkan dunia ini, padahal mereka belum merasakan kenikmatan yang paling besar di dunia ini”. Maka ada yang bertanya : “Apakah kenikmatan yang paling besar di dunia ini ?” Ulama ini menjawab : “Cinta kepada Allah, merasa tenang ketika mendekatkan diri kepada-Nya, rindu untuk bertemu dengan-Nya, serta merasa bahagia ketika berzikir dan mengamalkan ketaatan kepada-Nya”. [Imam Ibnul Qayyim dalam kitab : Igaatsatul lahfaan]  

Allah Subhanahu Wa Ta’ala pun mencuci bersih semua harta yang pernah aku peroleh semasa bekerja di Perbankan (saat itu usiaku akan memasuki 40 tahun). Bermacam-macam peristiwa pun aku lalui, Listrik yang diputus oleh PLN, mendapatkan surat peringatan dari sekolah anakku karena belum membayar SPP, menahan kelaparan dan lain sebagaimana. Hampir setiap hari, tetesan air mata ini mengalir menahan kegetiran hidup, apalagi tak kuasa melihat dan mendengar tangisan pilu dan kelaparan dari istri dan anakku.  

Imanku tetap yakin dan percaya bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala sedang membersihkan keburukan akhlakku, kotoran jiwaku dan perbuatan jahiliyyahku dan ingin mengeluarkanku dari kegelapan untuk menuju cahaya-Nya (hidayah Allah), karena pada saat itu aku membaca tafsir Al-Qur’an, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman : “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Rabbmu (al-Qur’an) dan penyembuh bagi penyakit-penyakit dalam dada (hati manusia) dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman”. [Al-Qur’an surah Yuunus : 57].  

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyebutkan bahwa perumpaan petunjuk dari Allah Ta’ala yang Beliau bawa seperti laksana air hujan yang Allah Ta’ala turunkan dari langit. Hujan yang turun akan menghidupkan dan menyegarkan tanah yang kering, sebagaimana petunjuk Allah Ta’ala akan menghidupkan dan menentramkan hati manusia.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda : “Sesungguhnya perumpaan bagi petunjuk dan ilmu yang Allah wahyukan kepadaku adalah seperti air hujan (yang baik) yang Allah turunkan ke bumi…“ [HR. Bukhari dan Muslim]  

Allah Subhanahu Wa Ta’ala merupakan pemilik yang sebenar-benarnya atas segala sesuatu apapun yang ada di dunia ini dan semuanya merupakan titipan-Nya kepadaku. Dan yang namanya titipan, pada suatu saat nanti pasti akan kembali pada pemilik-Nya, kapan pun pemilik-Nya menghendaki atau mau mengambil dariku, maka aku harus dengan ikhlas memberikannya.   

Menjalani kesusahan hidup sebagai pengalaman pertama dengan penuh keyakinan bahwa sesungguhnya dalam setiap cobaan berat yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala berikan untukku, pasti akan ada hikmah dengan pahala yang menyertainya.  

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda : “Sesungguhnya pahala yang besar itu, bersama dengan cobaan yang besar pula. Dan apabila Allah mencintai suatu kaum maka Allah akan menimpakan musibah kepada mereka. Barangsiapa yang ridha maka Allah akan ridha kepadanya. Dan barangsiapa yang murka, maka murka pula yang akan didapatkannya”. [HR. Tirmidzi] 

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam juga bersabda : “Tiada henti-hentinya cobaan akan menimpa orang Muslim, baik mengenai dirinya, anaknya, atau hartanya sehingga ia kelak menghadap Allah SWT dalam keadan telah bersih dari dosa”. [HR. Tirmidzi]  

 
Bersambung...

Comments