(Berniat) Hijrah Dengan Keikhlasan


Dalam kehidupan di dunia, keikhlasan memiliki posisi yang sangat penting. Karena tanpa keikhlasan, maka amalan seseorang diibaratkan seperti jasad yang tidak memiliki ruh lagi. Ikhlas berasal dari kata "akhlasha" (bahasa Arab) yang berarti bersih, murni dan jernih. Dari kata dasar ini, membentuk infinitifnya (masdar) menjadi "ikhlasan". Sedangkan orang yang ikhlas adalah "mukhlis". Pada hakekatnya keikhlasan merupakan bukti dan sarana ketaqwaan dengan suatu tujuan amalan hanya kepada Allah. 

"Padahal mereka tidaklah disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan keikhlasan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus".   [Qs. al-Bayyinah : 5]

"Dan barang siapa yang mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan jenganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya". [Qs. al-Kahf : 110] 

Keikhlasan suatu keadaan dimana seorang hamba mampu memberikan porsi ketawazunan (=keseimbangan) dalam amalannya antara yang dzahir (terlihat oleh orang lain) dan bathin (yang hanya diketahui oleh dirinya sendiri). Jika amalan dzahir melebihi amalan bathin, akan dapat menimbulkan keriyaan. Sedangkan amalan secara bathin adalah senantiasa hati menjadi "basah" dengan berdzikir kepada Allah, dimanapun dan kapanpun kita berada. Allah SWT berfirman : “Maka segeralah (berlari) kembali mentaati Allah”.  [Qs. adz-Dzariyaat : 50] 

Jika telah mampu menyeimbangkan antara kedua hal di atas, berarti kita memperoleh indikasi keikhlasan dalam diri. Apalagi jika memiliki amalan bathin, jauh lebih banyak dan lebih besar frekwensinya daripada amalan dzahirnya, maka kita telah mencapai assidqu fil ikhlas (keikhlasan yang sebenar-benarnya). 
Agar terhindar dari keriyaan serta mampu menghadirkan keikhlasan dalam jiwa, dapat kita tempuh dengan : 

  1. Muraqabatullah, yaitu suatu sikap menghayati bahwa Allah senantiasa mengetahui segala gerak-gerik kita, walau hanya terlintas dalam hati sekalipun.
  2. Memperbanyak dzikir kepada Allah SWT
  3. Istiqamah dalam beribadah, baik ketika mendapatkan pujian ataupun ketika mendapatkan celaan atas perbuatan tersebut.
  4. Membenci atau menghindari diri dari popularitas. Karena amal ibadah semata-mata hanya karena ingin mendapatkan keridhaan Allah SWT.
  5. Menyembunyikan amalan, dalam arti tidak menyengaja dalam mengerjakan suatu amalan agar dilihat orang lain.
  6. Su’udzon terhadap diri sendiri, hingga tidak membanggakan amal pribadi. Artinya dirinya senantiasa merasa kurang sempurna dalam beramal. Sehingga ia selalu memperbaiki dengan amalan yang lebih baik lagi.
“Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang Luas dan rezki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), Maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. [Qs. an Nisa’ : 100] 

Inti hijrah adalah meninggalkan segala yang dibenci Allah menuju apa yang dicintai-Nya. Rasulullah SAW bersabda : “Seorang muslim ialah orang yang kaum muslimin lainnya selamat dari gangguan lisan dan tangannya. Dan seorang muhajir (orang yang berhijrah) adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah”. [HR. Bukhari dan Muslim]

Dalam hijrah, komponen yang terpenting adalah niat. Rasulullah SAW bersabda dengan sebuah hadits yang cukup masyhur, yaitu hadits tentang niat : "Bahwasanya semua amal perbuatan itu dengan disertai niat-niatnya dan hanyasanya bagi setiap orang itu apa yang telah menjadi niatnya. Maka barangsiapa yang hijrahnya itu kepada Allah dan RasulNya, maka hijrahnya itupun kepada Allah dan RasulNya. Dan barangsiapa yang hijrahnya itu untuk harta dunia yang hendak diperolehinya, ataupun untuk seorang wanita yang hendak dikahwininya, maka hijrahnyapun kepada sesuatu yang dimaksud dalam hijrahnya itu". [dari Umar bin Khathtab diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim]

“Hijrah tidak akan terhenti hingga terputusnya pintu taubat dan pintu taubat tidak pernah terputus hingga matahari terbit dari arah barat”. [dari Muawiyah diriwayatkan oleh Abu Dawud]

Namun keikhlasan adalah potensi setiap insan dalam melakukan amalan ibadah kepada Allah. Bahkan tidak sedikit mereka-mereka yang dianggap biasa-biasa saja, ternyata memiliki keluarbiasaan dalam keimanannya kepada Allah.

Jika demikian halnya, marilah memulai (berniat) hijrah untuk menghadirkan keikhlasan dengan meningkatkan kualitas dan menjaganya hingga ajal kelak menjemput.

Comments