Tahun Baru Tak Ubahnya Pergantian Hari

Sebagian dari kita, momentum tahun baru selalu dirayakan dengan meriah. Hiruk-pikuk keramaian di malam hari seolah tiada hentinya, gemuruh terompet saling bersahutan dengan beraneka-ragam bunyinya. Panggung musik digelar dimana-mana, muda-mudi berkumpul dengan berbagai macam pesta. Mereka rela begadang demi menanti detik-detik pergantian tahun baru tiba. Tak jarang terkadang miras dan pesta seks hadir menyertainya.

Dilihat dari asal-usulnya, perayaan seperti ini jelas tidak pernah ada dalam ajaran Islam. Karena Islam hanya mengenal dua hari raya saja, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Selain kedua hari raya tersebut, Islam melarang umatnya untuk ikut-ikutan merayakannya.

Rasulullah ﷺ mengajarkan umatnya untuk meninggalkan dan menjauhi perayaan-perayaan terutama yang berulang pada setiap tahunnya (’Ied).

Banyak diantara kita bertanya-tanya tentang hakikat perayaan itu sendiri, bukankah itu hanya sebatas adat atau kebiasaan di suatu daerah saja ? Mengapa harus dibawa kedalam ranah agama ? Apakah ketentuan hari raya itu juga harus berdasarkan dalil ?

Bagi umat Islam, perayaan tidak hanya sekedar adat atau budaya yang lepas dari dalil atau ketetapan hukum. Akan tetapi merupakan bagian syariat yang telah diatur oleh Allah Ta’ala. Kapan dan bagaimana orang Islam merayakan sesuatu, semuanya telah Allah Ta'ala sampaikan melalui Rasul-Nya.

Pada saat Rasulullah ﷺ datang ke Madinah, mereka memiliki dua hari besar untuk bermain-main. Lalu Beliau bertanya : “Dua hari untuk apa ini ?” Mereka menjawab : “Dua hari di mana kami sering bermain-main di masa Jahiliyah”. Kemudian Beliau bersabda : “Sesungguhnya Allah telah menggantikan bagi kalian untuk keduanya dua hari yang lebih baik dari keduanya : Idul Adha dan Idul Fitri”. [dari Anas bin Malik ra, diriwayatkan oleh Abu Dawud]

Tahun baru sebuah momentum yang dinanti-nanti oleh banyak orang. Keberadaannya sangat identik dengan perayaan yang meriah dengan membangun persepsi bahwa tahun baru adalah awal dari kehidupan baru yang akan mereka jalani. Dari sinilah kemudian rasa kebahagian mereka ungkapkan dalam bentuk hiburan dan pesta ria dengan berbagai macam cara.

Terlepas dari itu semua, sebenarnya mereka lupa atau belum tahu, jika perayaan tersebut sejatinya tidak dibenarkan di dalam Islam dan banyak mengandung unsur-unsur penyimpangan terhadap hukum syar’i.

Perayaan tahun baru selalu identik dengan kemaksiatan. Tidak hanya pesta kembang api, suara petasan atau terompet, namun lebih daripada itu, beberapa bagian dari kita melewatinya dengan beragam bentuk kemaksiatan. Pesta yang berlangsung sampai larut malam itu tidak pernah sepi dari panggung-panggung kemasiatan. Campur baur antara laki-laki dan perempuan tanpa batas. adanya pesta seks, minum-minuman keras hingga narkoba

Pada prinsipnya, seorang Mukmin wajib mencegah segala bentuk kemaksiatan, bukan malah larut bersama para pelaku maksiat !

Wallahu a’lam bis shawab.

Comments